Memahami PR melalui satu atau dua definisi tidaklah mudah, karena sebuah
definisi yang ada mungkin tidak
mampu menggambarkan substansi kegiatan PR
sesungguhnya. Persoalannya, definisi yang mana yang akan dipilih,
mengingat begitu
banyak definisi PR yang telah dikemukakan oleh berbagai kalangan:
praktisi, para
penulis buku teks, maupun sejumlah organisasi praktisi PR diberbagai
belahan dunia.
Banyaknya definisi PR mungkin juga merefleksikan kenyataan praktik
sehari-hari PR
dalam berbagai lingkungan sosial atau mungkin merefleksikan evolusi yang
sedang
terjadi dalan fungsi PR pada organisasi.
Grunig dan Hunt mendefinisikan
kegiatan PR sebagai kegiatan komunikasi,
”the management of communication between an organization and its public (
Baskin,
Aronoff dan Lattimore, 1997:5). Senada dengan Grunig, Jefkins melihat PR
terdiri dari
seluruh kegiatan komunikasi yang terencana dengan semua publiknya dalam
rangka mencapai tujuan spesifik (1999:9). Sedangkan Harlow berpendapat PR
merupakan
komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik secara timbal balik
dalam rangka
mendukung fungsi dari tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan
kerjasama
serta pemenuhan kepentingan bersama (Ruslan, 1999:102).
Definisi- definisi di atas menjelaskan bahwa PR merupakan kegiatan komunikasi
yang dilakukan sebuah organisasi dengan berbagai publiknya. Domain
kegiatan PR
adalah komunikasi dalam bentuk komunikasi dua arah. Di satu sisi,
organisasi melakukan
penyebaran informasi kepada publik. Di sisi lain organisasi juga melakukan
pencarian
informasi , mendengarkan apa yang menjadi keinginan publik organisasi.
Definisi lain mengkonsepsikan PR lebih dari sekedar kegiatan komunikasi.
PR adalah
sebuah fungsi manajemen yang berkaitan dengan usaha untuk membangun
hubungan
yang saling menguntungkan (mutually beneficial relationship) antara sebuah
organisasi
dengan publiknya, seperti yang dinyatakan oleh Cutlip, Center dan Broom (1994:6), ”
the management function that establishes and maintains mutually beneficial
relationship
between an organization and the publics on whom its success or failure
depend”. Cutlip
dkk melihat PR sebagai fungsi manajemen untuk membangun dan menjaga
hubungan
yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut. Pertemuan asosiasi PR
seluruh dunia di
Mexico City (1978) mendefinisikan PR sebagai: “suatu seni sekaligus suatu
disiplin ilmu
sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap
kemungkinan
konsekuensi darinya, memberi masukan dan saran-saran kepada pemimpin
organisasi,
serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani
kebutuhan
organisasi dan atau kepentingan khalayaknya”.
Sementara IPR (Institute of
PublicRelations) menjelaskan PR sebagai “ keseluruhan upaya yang dilangsungkan
secara
terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara
niat baik
dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”.
Ngurah (1999) menyimpulkan bahwa pengertian PR sesungguhnya adalah
relations with public. Ketika
organisasi berbicara relations with public, maka harus
dipahami pula bahwa masing-masing pihak yang sedang membangun hubungan
memiliki
kepentingan. Organisasi memiliki kepentingan, begitu juga dengan publik.
Hubungan
yang ada di dalamnya harus terlaksana dengan baik, demikian juga dengan
dunia luar
karena organisasi mengandung arti:
ia harus utuh, bersatu dan harmonis dalam mencapai
tujuan. Hubungan kedua belah pihak akan berjalan harmonis bila
masing-masing dapat
saling mempertimbangkan kepentingan pihak lain.
Lebih lanjut Ngurah mengatakan jika kedua konsep PR ini disintesakan, maka
dapat dikatakan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan bagian PR tidak
hanya
berhenti ketika pesan atau informasi sudah tersebar, tetapi komunikasi
yang terjadi antara
organisasi dan publiknya harus mampu melahirkan perubahan baik pada publik
maupun
pada organisasi. Organisasi akan melakukan penyesuaian terhadap tuntutan
publik,
sehingga akan terjadi hubungan yang harmonis, saling mendukung antara
kedua belah
pihak. Karena organisasi
diasumsikan beroperasi lantaran diberi hak oleh publik dan
bahwa hak itu tidak bisa dihindari, manajemen setiap organisasi memiliki
kewajiban
memberikan layanan kepada publik dengan sebaik-baiknya. Pada titik inilah,
urgensi PR
ditemukan. PR lahir untuk sebuah fungsi strategik: menjadi reperesentasi
organisasi
dalam membangun dan memelihara hubungan dengan publik.
sumber : Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar